Selasa, 05 Juli 2011

MENJADI WIRAUSAHA

PENDAHULUAN

Pada tahun 1998, perekonomian Indonesia memasuki masa yang sangat sulit. Pergantian kekuasaan dari era orde baru ke era reformasi yang disertai dengan krisis multidimensi mengakibatkan pengangguran di mana-mana. Perekonomian yang saat itu terpusat pada usaha-usaha besar dan konglomerasi mengalami kesulitan besar. Konglomerat (pemilik konglomerasi itu) mengalami kesulitan keuangan. Daya beli masyarakat menurun. Perusahaan-perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di lain pihakm ketidakpastian sosial politik begitu terasa. Semua orang merasa tidak pasti. Sistem pemerintahan berubah, acuan dan undang-undang berubah. Sikap masyarakat sangat agresif dan investor-investor asing dan dalam negeri pergi meninggalkan Indonesia.
Di tengah-tengah ketidakpastian itu, para sarjana kesulitan mencari pekerjaan. Sebagian besar tidak dapat ditampung. Mereka harus bersaing dengan orang-orang yang telah jauh berpengalaman dalam mencari kerja. Para sarjana itu pun menjadi pengangguran.
Siapakah yang dapat diandalkan bangsa ini untuk mengatasi semua itu?
BENAR! Itulah wirausaha.
Dalam bangunan perekonomian Indonesia saat itu, meskipun kontribusi ekonominya masih terbatas, ada jutaan orang yang menggeluti usaha mikro, kecil dan menengah. Merekalah andalan perekonomian Indonesia. Usaha-usaha itu belum memiliki karyawan dalam jumlah besar, dipimpin seorang atau beberapa orang wirausaha. Mereka mandiri, tahan banting, fleksibel dalam bergerak, efisien karena dikerjakan dengan seluruh anggota keluarga, tidak bergantung pada utang, dan berbasiskan sumber daya lokal.
Memang sebagian besar UMKM saat itu belum dikelola secara modern, tetapi mereka bebas dari krisis karena ciri-ciri seperti di atas. Sebagian besar dari mereka belum menerapkan manajemen modern (misalnya pemisahan harta dan pengaturan manajemen yang terpisah), belum membangun brand (merek), belum memiliki pencatatan keuangan yang tertata baik (accounting), belum memiliki pembagian kerja yang tertulis, belum ada SOP (Standard Operating Procedure), belum memakai knowledge management, dan seterusnya.
Namun, krisis ekonomi justru menyadarkan mereka akan pentingnya semua itu. Mereka bahkan mampu mengambil porsi yang lebih besar, merekrut karyawan lebih banyak, dan seterusnya. Ekonomi UMKM menjadi tumpuan dan pilihan penting bagi para sarjana untuk hidup sejahtera, lebih mandiri, dan menolong banyak orang dalam mengatasi pengangguran. Bukan dengan menjadi karyawan, melainkan menjadi pengusaha.

BUKAN SEKEDAR TUMPANGAN HIDUP

Sekalipun UMKM telah menjadi tumpuan hidup yang penting, kami ingin menegaskan bahwa tidak semua orang yang berusaha itu adalah entrepreneur. Kami ingin menegaskan bahwa entrepreneur adalah seorang yang berusaha dengan keberanian dan kegigihan sehingga usahanya mengalami pertumbuhan. Jadi, pertumbuhan adalah kata kuncinya.
Dengan demikian, ada jutaan orang yang memilih tidak bekerja pada orang lain dan membuka usaha sendiri, tetapi mereka belum layak disebut entrepreneur. Kalau mereka hanya sekedar membuka warung, berusaha seadanya, sekedar untuk hidup, maka mereka hanyalah pedagang biasa. Ciri-ciri mereka adalah usaha dan stagnant, tak ada perubahan dari waktu ke waktu, dan dikerjakan tanpa rencana kemajuan sama sekali.
Seorang entrepreneur adalah seorang yang "moving forward", maju terus ke depan. Usahanya tumbuh dari waktu ke waktu, dari satu kedai menjadi lima, sepuluh, seratus, lalu seribu. Dari warung kecil menjadi usaha besar. Dari lima karyawan menjadi puluhan, ratusan, atau mungkin saja ribuan karyawan. Tak peduli apakah dia seniman, wartawan, pekerja sosial, atau industriawan. Siapa saja yang melakukannya, dia bisa disebut entrepreneur asalkan bertumpu pada fondasi pertumbuhan.
Oleh karena itu, konsep entrepreneur dikenal luas, mulai dari business entrepreneur, creative entrepreneur, technopreneur, sampai social entrepreneur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar